Sabtu, 24 September 2016

Minum air es setelah makan membuat buncit

Minum air es setelah makan dapat menyebabkan perut buncit?
Banyak orang memiliki kebiasaan minum air es atau minuman dingin lainnya setelah makan. Memang rasanya nikmat dan menyegarkan. Namun, kebiasaan ini jika sering dilakukan akan menyebabkan bentuk tubuh Anda berubah. Perut Anda akan semakin buncit. Mengapa?
Minum minuman dingin setelah makan dapat menyebabkan perut membuncit akibat timbunan lemak. Hal ini karena minyak dan lemak yang baru dimakan akan menggumpal akibat air yang dingin. Gumpalan akan menyebabkan proses pencernaan terhambat dan akan lebih cepat diserap oleh usus.
Karena itu, biasakan minum air pada suhu normal atau air hangat setelah makan.

Foto Ber-3, yang di Tengah akan Mati?

PERNAHKAH, ketika Anda akan foto bertiga, ada orang yang melarang? Ya, perbuatan ini dikatan sebagai tindakan pamali bagi kebanyakan orang. Mereka percaya, jika foto bertiga, yang di tengah akan mengalami banyak kesialan, kesengsaraan dan bahkan menyebabkan kematian.

Tahukah Anda, bahwa ternyata kepercayaan ini tidak berasal dari dalam negeri lho! Melainkan, bersumber dari Vietnam yang mengeramatkan angka tiga. Mereka menganggap bahwa angka tiga itu membawa kesialan. Maka, menyebarlah suatu mitos yang mengatakan bahwa foto bertiga pun akan memberi kesialan pula pada orang yang di tengah.
Apakah Anda meyakini kepercayaan ini? Jika ya, maka Anda termasuk orang yang tidak berpikir terlebih dahulu. Mengapa? Sebab, kepercayaan itu hanyalah sebuah mitos. Dan mitos itu tidak bisa dipercaya kebenarannya.
Jika kita kembalikan pada pandangan Islam, maka hal seperti itu tidak ada. Tak ada larangan yang menunjukkan tidak boleh berfoto bertiga. Yang ada hanyalah aturan untuk menutup aurat. Begitu pula saat difoto, maka seseorang harus menutup auratnya.
 
PERNAHKAH, ketika Anda akan foto bertiga, ada orang yang melarang? Ya, perbuatan ini dikatan sebagai tindakan pamali bagi kebanyakan orang. Mereka percaya, jika foto bertiga, yang di tengah akan mengalami banyak kesialan, kesengsaraan dan bahkan menyebabkan kematian.

Tahukah Anda, bahwa ternyata kepercayaan ini tidak berasal dari dalam negeri lho! Melainkan, bersumber dari Vietnam yang mengeramatkan angka tiga. Mereka menganggap bahwa angka tiga itu membawa kesialan. Maka, menyebarlah suatu mitos yang mengatakan bahwa foto bertiga pun akan memberi kesialan pula pada orang yang di tengah.
Apakah Anda meyakini kepercayaan ini? Jika ya, maka Anda termasuk orang yang tidak berpikir terlebih dahulu. Mengapa? Sebab, kepercayaan itu hanyalah sebuah mitos. Dan mitos itu tidak bisa dipercaya kebenarannya.
Jika kita kembalikan pada pandangan Islam, maka hal seperti itu tidak ada. Tak ada larangan yang menunjukkan tidak boleh berfoto bertiga. Yang ada hanyalah aturan untuk menutup aurat. Begitu pula saat difoto, maka seseorang harus menutup auratnya.

Mulailah untuk menelaah setiap mitos yang berkembang dalam pandangan Islam. Karena jika tidak ada dasar Al-Quran dan hadis, maka hal itu bukanlah suatu kebenaran. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapatkan dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah: 170).
Jika Anda pernah foto bertiga, kemudian rekan Anda yang berada di tengah meninggal dunia, keesokan harinya, maka jangan langsung percaya mitos itu adalah benar. Tetapi, yakinlah itu adalah takdir dari Allah. Lagian, kita tentu percaya bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Nah, boleh jadi, itu sudah jadi jalan dari Allah, setelah berfoto, menjadi hari terakhir baginya di dunia.

Minggu, 18 September 2016

Kematian ???



Kematian

Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya. Perpisahan itu terjadi saat kematian menjemput, tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar darinya. Karena Ar-Rahman telah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)
Kematian akan menyapa siapa pun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)
Mengingat mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia. Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk banyak mengingatnya. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)
Dalam hadits di atas ada beberapa faedah:
– Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga seakan-akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal ketaatan.
– Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba. Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk “pergi.” (Bahjatun Nazhirin, 1/634)
Ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah ucapan yang singkat dan ringkas, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).” Namun padanya terkumpul peringatan dan sangat mengena sebagai nasihat, karena orang yang benar-benar mengingat mati akan merasa tiada berartinya kelezatan dunia yang sedang dihadapinya, sehingga menghalanginya untuk berangan-angan meraih dunia di masa mendatang. Sebaliknya, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia. Namun bagi jiwa-jiwa yang keruh dan hati-hati yang lalai, perlu mendapatkan nasihat panjang lebar dan kata-kata yang panjang, walaupun sebenarnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”
disertai firman Allah k:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati,” sudah mencukupi bagi orang yang mendengar dan melihat.
Alangkah bagusnya ucapan orang yang berkata:
اذْكُرِ الْمَوْتَ تَجِدُ رَاحَةً، فِي إِذْكَارِ الْمَوْتِ تَقْصِيْرُ اْلأَمَلِ
“Ingatlah mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan.”
Adalah Yazid Ar-Raqasyi rahimahullahu berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan shalat untukmu setelah kematianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah mati? Siapakah yang akan memintakan keridhaan Rabbmu untukmu setelah engkau mati?”
Kemudian ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang kematian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya… dalam keadaan ia menanti dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?” Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pingsan. (At-Tadzkirah, hal. 8-9)
Sungguh, hanya orang-orang cerdas cendikialah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk mati. Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’
‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)
Bayangkanlah saat-saat sakaratul maut mendatangimu. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisimu. Ibu yang penuh kasih juga hadir. Demikian pula anak-anakmu yang besar maupun yang kecil. Semua ada di sekitarmu. Mereka memandangimu dengan pandangan kasih sayang dan penuh kasihan. Air mata mereka tak henti mengalir membasahi wajah-wajah mereka. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka semua berharap dan berangan-angan, andai engkau bisa tetap tinggal bersama mereka. Namun alangkah jauh dan mustahil ada seorang makhluk yang dapat menambah umurmu atau mengembalikan ruhmu. Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan kepadamu, Dia jugalah yang mencabut kehidupan tersebut. Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditentukan.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”
Adalah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bila mengingat mati ia gemetar seperti gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah. (At-Tadzkirah, hal. 9)
Tentunya tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersegera kepada kebaikan. Beda halnya dengan keadaan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya surga tapi tidak mau beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya neraka tapi mereka tidak takut. Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan bekal. Ibarat ungkapan penyair:
Aku tahu aku kan mati namun aku tak takut
Hatiku keras bak sebongkah batu
Aku mencari dunia seakan-akan hidupku kekal
Seakan lupa kematian mengintai di belakang
Padahal, ketika kematian telah datang, tak ada seorangpun yang dapat mengelak dan menundanya.
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ
“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)
Wahai betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa membawa bekal. Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung tersebut. Perhatikanlah peringatan Rabbmu:
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدْ
“Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)
Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)

merpati



Siklus Giring dan Bertelur Pada Burung Merpati
Giring, keket, ngeket atau istilah lainnya kita samakan dulu persepsiya, yaitu proses dimana “merpati jantan mengejar-ngejar betina ketika akan bertelur” pada merpati ini adalah proses alamiah. Proses ini hampir dijumpai pada setiap jenis merpati, tetapi beberapa merpati ada perbedaan tingkat giringnya. Antara merpati hias, pos ataupun merpati yang biasa kita mainkan. Disini saya fokus pada merpati yang biasa kita mainkan, diantaranya merpati balap dan merpati tinggi. Untuk seseorang yang terbiasa bermain merpati tentunya sudah faham dengan siklus giringnya burung merpati karena dengan mengetahui siklus ini akan membuat kita bisa memaksimalkan kinerja merpati kita. Tetapi sering saya jumpai ada berberapa orang yang baru memulai bermain merpati kurang mengetahui akan siklus ini. Walhasil merpati ‘dipaksa’ untuk terus giring, sehingga itu akan merusak burung merpati kita. Oke disini saya akan memulai dengan siklus bertelur normal.
1898092_641014205946193_764064854_n-300x225Siklus-giring-dan-bertelur-burung-merpati-700x554merpati-kawin

Sabtu, 17 September 2016




Burung Dara Jantan dan Betina - Kali ini saya akan membahas cara membedakan burung merpati jantan dan burung merpati betina, bisa di lihat dari ciri-cirinya. burung yang banyak menjuluki dengan burung yang setia ini sangat mudah untuk di pelihara dan dikembang biakkan baik untuk hobi maupun untuk ternak daging. daging burung ini sangat banyak kandungan gizi dan memiliki rasa yang sangat lezat dan juga gurih dagingnya. di daerah saya burung ini banyak sekali di kembang biakkan, dan sering kali di gelar lomba burng dara untuk ketangkasan dan kecepatanya. namanya balapan burung dara/merpati.


Cara Muda Membedakan Burung Dara Jantan dan Betina

Pada burung merpati bisa di ketahui jenis kelamin (sexing), dapat dilakukan pengecekan setelah anak merpati berumur 23-24 hari, dengan melihat bentuk kloakanya. Jika ditiup bagian kloakanya, jantan biasanya berbentuk monyong sedangkan betina melebar dengan bibir kloaka besar. Identifikasi jenis kelamin juga dapat dilihat dari capit udang (Bagian anus burung). Kalau jantan, Capit udangnya lebih sempit atau rapat. Sedangkan betina, Capit udangnya agak longgar.

Jenis kelamin burung dara dapat juga dilihat melalui permukaan kepala, tulang kaki, leher dan jari kaki. Pada merpati jantan permukaan kepalanya kasar dan terlihat lebih maskulin, tulang kakinya kuat, lehernya besar dan cenderung kaku dan jari kakinya cenderung panjang. Sedangkan pada burung merpati betina permukaan kepalanya rata dan terlihat halus, tulang kakinya lebih ramping dan lehernya lebih kecil dan lemas dan tidak kaku serta jari kaki cenderung pendek.
Bisa juga dilakukan dengan cara memegang badan merpati degan benar, posisikan badan horizontal, lalu luruskan leher merpati secara vertikal, bila bentuk leher dari kepala sampai badan sama sama besar, dipastikan jenis merpati jantan. Bila bentuk leher merpati agak menyempit ditengah , adalah merpati betina. Warna bulu leher merpati jantan lebih berkilau dibanding merpati betina, yang agak sulit adalah membedakan jantan/betina untuk jenis merpati pos, tapi warna bulu leher masih bisa digunakan untuk pembeda.

Ciri-Ciri Merpati Betina yang Bagus

Berikut ada beberapa ciri-ciri betina yang baik untuk indukan..
  1. Kepala tidak bulat, tetapi panjang seperti kepala tikus dengan mata yang menjorok kedalam (dengkok)
  2. Bulu sayap rapat serta rapih.
    Jika di bentangkan tidak ada celah dan batang lar yang masuk ke sayap sangat tebal dan bulat.
  3. Jika dalam posisi berdiri punggungnya kelihatan.
  4. Paruh tipis serta panjang dan ujungnya melengkung kebawah dengan warna paruh sama dengan warna kuku. jika warna kuku hitam,maka paruh harus hitam, jika warna bersih, maka paruh harus bersih.
  5. Saat giring, Sang Betinanya bisa di klepek/geber, betina yang di lepas, sedangkan pejantannya untuk klepek / geber
  6. Klepekan/Geberan tampak hidup dipegang pinggangnya, tak usah di geber, maka sayapnya akan membuka seperti sedang terbang.
  7. Bisa kawin di atas dan di bawah.
  8. Betina seperti ini sangat diburu para pemain Merpati balap, karena geberannya sangat hidup sehingga dapat menambah kecepatan laju terbang pasangannya.
  9. Turunnya/Stut sangat kenceng.
  10. Jika didalam maupun di luar kandang,biasanya tipe betina seperti ini sangat agresif dan galak, baik ke merpati lain maupun ke tuannya.
Demikianlah ulasan tentang membedakan burung merpati jantan dan betina, baca juga artikel tentang cara ternak burung merpati

cerpen : Kuterima Takdirku



Kuterima Takdirku

Judul Cerpen Kuterima Takdirku
Kategori: Cerpen Motivasi, Cerpen Sedih

Masih terdiam di tengah derasnya hujan sore itu. Gemuruh air hujan yang bising di sore itu seakan memacu otakku untuk terus berpikir. Bayang-bayang itu terus menghantui, entah apa sebenarnya yang aku risaukan aku pun tak tau. Pikiran-pikiran aneh itu memenuhi otakku. Sontak rasa itu datang, ada bahagia, sedih dan takut yang bercampur di dalamnya. Sore itu kumerasa seperti ada yang hilang dari diriku, senyum dan tawa itu serasa memudar sedikit demi sedikit.
Tuhan… aku harus bagaimana? Aku bahagia, aku bersyukur, telah kau hadirkan aku di dunia ini. Telah kau hadirkan mereka dalam hidupku, orang-orang yang menyayangiku. Telah kau berikanku fisik yang sempurna. Terimakasih Tuhan, telah kau izinkan aku untuk merasakan kebahagiaan ini. Maafkan aku tuhan, ibadah yang kulakukan selama ini tidak sebanding dengan nikmat yang kau berikan padaku.
Aku, si remaja 18 tahun yang periang, ribut dan cerewet kini telah menerima takdirku sebagai gadis yang harus tumbuh dan bertahan hidup dengan berbagai penyakit berbahaya yang bersarang di sebagian ragaku. Sejak SD yang kala itu usiaku belum menginjak 10 tahun, aku harus menerima kenyataan yang hampir merenggut waktu bermainku, aku divonis sebagai gadis yang lemah dengan kondisi jantung yang mengkhawatirkan.
Setelah usiaku 12 tahun, aku harus menerima kenyataan yang berikutnya yang menyatakan ada masalah pada peredaran darah merah di bagian otakku yang menyebabkan sakit kepala yang teramat sakit untuk anak seusiaku kala itu.
Di usiaku 16 tahun, kembali lagi aku harus menerima kenyataan yakni organ hatiku yang tidak berfungsi dengan semestinya dan tidak lama setelah itu, hanya berselang beberapa bulan aku lagi-lagi harus menerima kenyataan yang sangat sulit kupercaya. Tumor, yah itu sapaan dokter pada penyakit itu. Sontak pikiranku melayang ketika dokter menyatakan bahwa ada tumor yang bersarang di otakku.
Aku harus bagaimana? Mengapa semua penyakit itu datang kepadaku seolah memburui? Kenapa? Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi padaku? Apa yang harus kulakukan? Apakah operasi? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang selalu menghujani otakku. Kumerasa waktuku tak banyak lagi.
Tuhan… izinkan aku berada di sisi mereka, orang-orang kesayanganku. Aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersama mereka. Aku ingin melihat senyum di bibir mereka, mendengar gelak tawa mereka dan bercanda bersama. Izinkan aku tuhan, kini kurasa ragaku mulai lemas, detak jantungku mulai melemah, pandanganku mulai buram, dan bisingku mulai tak terdengar lagi.
Tuhan… perkataan dan pembuktian itu mengubah segala pikiranku. Aku masih belum percaya dengan kenyataan ini. Kenapa harus seperti ini? Mengapa semua ini bisa terjadi? Apa karena dosa?
Maafkan aku Tuhan, ampuni aku yang telah berprasangka buruk terhadapmu. Kini kuterima semua takdirku. kenyataan ini memang perih, namun apalah dayaku, kuyakin semua ini pasti yang terbaik untukku. Satu pintaku Tuhan, jika kau mengizinkanku bertemu denganmu sekarang juga, kumohon jemputlah aku dalam ketenangan dan tanpa rasa sakit bagi mereka yang kutinggalkan. Aku ingin meninggalkan mereka tanpa rasa cemas di hati mereka. Dan jika tiba waktunya nanti bibirku tak mampu lagi berucap, kumohon padamu bisikkan di hati mereka bahwa aku menyayangi mereka, dan tak perlu takut aku baik-baik saja.
Namun, disaat aku mulai pasrah dengan takdirku, secercah harapan itu tiba-tiba muncul. Aku tau takdirku telah tertulis dalam kitab lauhul mahfudz dari sebelum aku dilahirkan tapi aku yakin masih ada kesempatan bagiku untuk dapat merubah takdir itu dengan usahaku. Aku tau ini mustahil, tapi keyakinanku sangat besar bahwa aku bisa, aku yakin aku masih bisa sembuh. Semangat dari mereka membuatku sangat yakin aku pasti masih bisa sembuh. Semangat dari mereka membuatku sangat yakin bahwa tak ada sakit yang tak bisa disembuhkan. Setiap penyakit pasti ada obatnya. Dukungan dan semangat dari merekalah yang membuatku semakin yakin ini hanya ujian darimu. Aku tau tidak mungkin memberikan ujian melebihi batas kemampuan umatmu. Kuterima takdirku, namun aku takkan pernah menyerah atas kesembuhan yang juga datang darimu. Aku yakin pasti akan ada hikmah dibalik semua ini. Semua berasal darimu dan akan kembali pula kepadamu.
La Tahzan
Sesungguhnya Allah bersamamu

Cerpen terbaru : Menjemput Impian yang Tertunda



Menjemput Impian yang Tertunda

Judul Cerpen Menjemput Impian yang Tertunda
“IMPIAN” hatiku tertegun jika berbicara mengenai hal yang satu ini, takutnya setengah mati jika membicarakannya apalagi melihat kenyataannya yang sungguh mengerikan bagiku. IMPIAN yang selama ini aku punya dan hampir seluruh jiwaku dibuatnya merana, karena ia tak kunjung berubah menjadi kenyataan dan malah dengan setianya hanya menjadi seonggok impian yang hanya tersimpan di otakku saja.
Masa kecilku ditemani dengan sejuta impian, mungkin judul sebuah buku “Sang Pemimpi” milik penulis favoritku ADREA HIRATA tepat dengan diriku. Sebuah impian yang lahir dari seorang perempuan kecil yang berasal dari sebuah kampung terpencil, di sebelah utara Tapanuli, Sumatera Utara, tepatnya di suatu desa sederhana namanya adalah Borbor ya, borbor dan mungkin letak desaku ini tidak akan anda temui di google maps heheheh.
Namanya yang begitu unik yang belum pernah aku dengar dari sekian juta nama di muka bumi ini, akan tetapi itulah desaku, tanah kelahiranku, desa yang jauh dari kebisingan kota, desa yang begitu nyaman dan desa itu juga ikut andil dalam melahirkan anak-anak bangsa Indonesia dengan berjuta impian yang mereka bawa dan mungkin salah satunya adalah aku, yaaa aku.
Hanya saja aku tidak seberuntung mereka, yang punya impian yang sama dan lambat laun aku turut menyaksikan mimpi mereka sudah menjadi sesuatu yang nyata. Tidak seperti mimpiku yang asyik menggantung dan hanya menjadi bayang-bayang di hidupku. Impian yang terus melekat dan mengikutiku seolah tidak mau pergi sebelum ia berubah menjadi sesuatu.
Andai aku bisa berlari memutar waktu, mengulangnya kembali maka aku akan memperbaikinya semampuku. Tapi apa dayaku? Semua diluar kekuatanku, semua di luar batas kemampuanku. Tetapi betapa sadarnya aku ada yang lebih tahu semua tentang impianku dan ia menyaksikan semua impian–impianku yang akhir–akhir ini mulai kabur bahkan mungkin sudah mulai berlalu.
Mengecap bangku kuliah memang sempat kurasakan dan seperti teman-teman lainnya, aku sangat senang dan sangat bergairah menjalani awal-awal masa pekuliahanku itu, meskipun pada akhirnya aku tidak lulus ke universitas negeri di kotaku. Tetapi yang kurasakan saat itu adalah semangat yang meluap–luap, dengan semangat 45, atau mungkin jika ada satu tingkat lagi diatas semangat 45 mungkin itulah semangatku waktu itu.
Waktu terus berjalan seperti biasanya, seolah tidak peduli denganku. Waktu yang berlari begitu jauh dan tampakknya begitu enggan menoleh kepadaku yang masih tetap diam di tempatku. Dan pada awal memasuki semester II perkuliahanku, semua mulai berubah harapanku mulai pudar, impianku mulai buyar dan semangat 45 yang sempat kumiliki perlahan–lahan menipis bahkan berhasil menghantarkan aku ke titik terendah dalam hidupku.
Hari-hariku berubah kelam, mentari seolah enggan memperlihatkan wajahnya dan bulan pun seakan tidak mau muncul di hadapanku, bahkan bintang pun terlihat begitu kejam ikut serta menyempurnakan kesedihan yang kualami. Ya itulah yang keadaanku saat itu.
Semua mimpi yang aku bina dari sejak kecilku seolah direnggut oleh ketidakadilan, aku hanya bisa menyalahkan diriku, keadaanku, dan menyalahkan sang waktu yang tidak pernah berpihak padaku. Dan sampailah di satu hari, ketika aku mengetahui bahwa sosok yang aku sayangi dan sosok yang selama ini aku banggakan itu harus terkulai lemah dan seolah tak berdaya lagi mendampingiku untuk mewujudkan semua impianku dan itulah pelengkap kerapuhanku.
Tanpa sadar tetes–tetes air bening yang selalu keluar dari mata indahku berubah menjadi teman setia yang menemani hari–hariku, seolah–olah dia ikut meratapi semua kalut dalam hatiku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk mulai mencari sebuah pekerjaan, setidaknya meringankan sedikit beban yang selama ini hanya bertengger di pundak ayahku dan ibuku, walaupun aku sadar semua usahaku itu tidak akan memberikan pengaruh yang berarti namun aku tetap melakoninya.
Dan akhirnya aku pun diterima bekerja di sebuah supermarket di daerah jl. suparman Medan. Dari mulai pukul 09.00 s/d 17.00 sore dan aku sangat bersyukur mendapat pekerjaan itu. Pagi sampai sore aku bekerja dan malamnya aku masuk kuliah, beruntung sekali di tempat aku kuliah, ada kelas karyawannya, walau sering sekali aku ketinggalan mata kuliah tetapi itu tak menghalangiku untuk tetap bekerja.
Waktu pun terus berjalan dan masih tetap sama seperti biasanya ia tidak mau menungguku ia berlari begitu saja tanpa menghiraukan aku yang sedang tertatih mengejarnya, tak terasa masa trainingku pun berakhir dan itu artinya aku diterima menjadi salah satu karyawan tetap di supermarket yang terbilang elit di kota ku itu.
Hari-hari tetap aku jalani seperti biasa dan hampir tidak berbeda dari hari sebelumnya. Saban hari menggeluti hal yang sama, pagi hari diisi dengan bekerja dan malamnya aku menjalani kuliah, melelahkan sekali. Tetapi aku tetap bersemangat.
Pada satu sore setelah seharian bekerja jam pun menunjukkan pukul 17.00 wib itu artinya akan segera pulang kerja dan entah mengapa tubuhku rasanya begitu lemas sekali terasa sekali tenaga ini terkuras habis setelah bekerja seharian dan aku memutuskan tidak masuk kuliah malam itu, setelah sampai ke kamar kostku, aku langsung merebahkan tubuhku dan berharap mendapatkan satu kesegaran setelahnya.
Pada saat aku sedang menikmati istirahatku yang sangat berarti itu, tiba-tiba seluruh perhatianku dialihkan oleh suara bising ternyata ponsel jadulku berbunyi, dengan tanganku aku mulai meraih ponselku yang tergeletak di sudut tempat tidurku. Hatiku bertanya–tanya siapa gerangan yang berani menggangu istirahatku sore itu, dengan mata yang sedikit berat karena menahan rasa kantuk, aku melirik ponselku, aku tertegun saat aku tahu yang menghubungiku sore itu adalah ibuku, rasa cape dan kantuk yang tadinya sempat menghinggapiku, hilang dalam sekejap saat aku mendengar suara lembutnya mulai mendarat di telingaku, aku sangat rindu sekali pada wanita suci itu.
Aku mulai menyimak semua kalimat yang diucapkanya, dengan seksama aku coba mengerti setiap kata yang dikatakannya padaku tubuhku mulai kaku, bibirku kelu dan mulutku diam seribu bahasa dan tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Tetapi aku mencoba tenang dan mulai menghibur diriku dan ternyata itulah awal dari semuanya, pikiranku berkecamuk, karena malam itu juga aku harus memutuskan satu keputusan yang jelas-jelas bertentangan dengan semua yang kuharapakan.
Kalimat ibuku kembali terngiang di telingaku. Kalimat sederhana yang sarat makna.
“nak, mamak gak mampu sendiri boleh tidak mamak bagi sedikit beban ini padamu”
Dengan logat batak yang sangat kental ibuku mengucapkan kalimat itu dan dengan hati yang sedikit lega aku memutuskan untuk menemani wanita tulus itu tak tega rasanya hati ini menolak semua permintaan wanita suci itu, aku sangat mengaguminya andai kata malaikat dapat kusejajarkan dengannya, ya itulah “wanita tegar yang pernah kukenal”
Dan dengan mantap aku memutuskan berhenti dari pekerjaanku, dengan sedikit berat kulangkahkan kakiku meninggalkan pekerjaanku dan kuliahku dan mulai melupakan setiap impian-impianku yang terlalu tinggi dan terbilang tidak masuk akal, mimpi yang sudah pernah kurajut dan kususun sangat rapi di benakku dan yang kupikirkan saat itu hanyalah.
“Kesehatan ayahku dan kebahagiaan ibuku walau aku tahu betul kalau wanita itu tidak bahagia melihat anak bungsunya harus menghentikan pendidikannya, aku tahu dia sangat tersiksa sebelum ia meminta itu kepadaku. Tetapi tak sedikitpun terbersit di benakku menambah kepedihan hatinya.
Hari berganti hari dan seperti biasanya sang waktu telah pergi jauh dan dengan gesit berlalu meninggalkanku yang sedang merajut asa, semua kulalui dengan ikhlas hati dan mulai mencurahkan seluruh perhatianku sepenuhnya kepada sosok yang kukagumi itu, satu pribadi yang tidak pernah menyakitiku ya, dia ayahku.
Satu tahun sudah aku menemaninya, tiap malam aku dan ibuku melaluinya dengan rasa takut, takut kehilangan ayahku malam itu tetapi Tuhan masih memberikan dia kesempatan hidup walaupun tidak begitu panjang dan akhirnya tepat hari kamis sore hari di tanggal 14 april 2008 ayahku menghembuskan napas terakhirnya, seolah tidak percaya karena hari itu dia begitu tampak sehat.
Di hari terakhirnya itu aku dipaksa untuk bernyanyi sebelum dia meninggal, aku tidak punya firasat sedikitpun, ternyata salah satu lagu kesukaanya yang sempat kulantunkan di sampingnya menghantarnya kepada ketenangan abadi, duniaku serasa berhenti, aku ingin meraung tetapi air mataku sulit rasanya untuk menetes tidak tahu mengapa tapi yang jelas tenggorokanku sakit sekali dan ternyata setelah kusadar air mataku sudah mulai mengering mungkin karena sering menangis.
Dan hujan pun turun mengguyur desaku sore itu, seakan–akan ikut meratapi kepergiannya. Pikiranku mulai buyar semangatku kembali sirna. Yang ada di benakku hanya satu “Tuhan tidak adil padaku dan aku merasa Tuhan juga ikut pergi meninggalkanku, tetapi apa dayaku aku hanyalah seonggok daging yang tak mampu merubah kuasaNYA,”
Aku belajar ikhlas walau sangat berat bagiku untuk jauh darinya, perpisahan memang menyebalkan. Aku hanya bisa berdoa dan meratapi kepergiannya dan berharap Tuhan memberikanku satu kekuatan dari sisa–sisa kekuatanku untuk tetap bertahan mengahadapi hal–hal yang tidak bisa kuubah dengan tanganku yang lemah ini.
Selang berjalannya waktu aku kembali mencoba menapaki kehidupanku, kembali kulangkahkan kakiku yang sempat terhenti rasanya ingin masuk ke dalam mimpi dan tinggal di sana selamanya, tetapi aku tidak bisa mengelaknya inilah hidup, hidup dalam kenyataan bukan dalam bayang–bayang dan dengan kepala yang terangkat aku mulai mengumpulkan sisa–sisa kekuatanku dan kembali merapikan puing–puing semangatku yang sudah berantakan dan nyaris tak bersisa, tetapi dengan dukungan ibuku aku mampu melewati semua badai dalam hidupku, meskipun dalam waktu yang lama aku berada dalam lubang keterpurukan, benar kata ibuku dunia ini memang lembah air mata.
Rumitnya kisah hidup yang mampu menghantarkanku kepada satu ketegaran dan aku sadari Tuhan begitu mengasihiku dan masih tetap bersamaku, hanya saja aku tdak pernah sadar akan keberadaanya yang sangat luar biasa dan itulah alasan mengapa aku masih tetap berdiri hingga sekarang dan tetap berani hidup dan andai saja seisi laut adalah tinta dan seluruh cakrawala adalah kertasnya, itu semua tidak akan mampu melukiskan betapa dalamnya, tingginya dan luasnya kasih sayang Tuhan dalam hidupku.
Kalau mungkin tidak ada Tuhan mungkin aku sudah berada dalam barisan orang–orang yang putus asa dan tak berpengharapan, di lembah keterpurukanku sekalipun Dia tetap menunjukkan cintaNya. Dan kasihNya itu mampu merubah cara pandangku tentang “arti kehidupan”.
Kaki harus terus berjalan dan berlari bila perlu, selamat bertemu kembali denganmu, “hai impianku yang sempat tertunda,”
Aku kembali lagi menata impianku aku tidak akan membiarkannya terkubur dan sampai membusuk, impianku harus kuperjuangkan kembali, tidak akan kulepas lagi, banyak hal yang harus kupertaruhkan untuk semua impianku dan inilah pandanganku tentang IMPIAN.
• Impian, jika hanya dipendam saja itu hanya menjadi lamunan di siang bolong yang tidak akan pernah berubah menjadi apapun jika aku tidak berani memulainya.
• Impian, jika tidak dipertahankan atau diperjuangkan ia hanya akan menjadi timbunan-timbunan dari pikiran yang tidak jelas kemana akan bermuara.
• Impian, jika hanya berpangku tangan ia akan berubah jadi kenyataan dari “mimpi burukmu” selama ini.
Aku mulai mengerjakan impianku, mungkin dengan berani “menulis” ini aku sudah memulai langkah awalku untuk meraih semua mimpi-mimpiku, kejar terus impianmu, tidak peduli mimpimu kecil ataupun besar yang terpenting adalah beranilah “mengerjakan mimpimu itu, jangan berhenti, sampai impianmu menjadi “SESUATU”. Jangan tunggu, segeralah, KERJAKANLAH